Cari Blog Ini

Kamis, 18 Maret 2010

PERBANDINGAN SISTEM KEPOLISIAN

“Sistem adalah suatu kesatuan himpunan yang utuh menyeluruh dengan bagian-bagian / komponen yang saling berkaitan,saling ketergantungan, saling bekerja sama berdsrkan aturan tertentu untuk mencapai tujuan dari sistem tersebut”.(Rangkuman beberapa pandangan : Prof. Dr.Djoko Sutono, C.W. Churchman, Mattheus, Lempiro)
Berdasarkan konsep diatas dapat dikatakan bahwa secara umum negara merupakan sebuah bentuk kesatuan supra sistem yang terdiri dari berbagai sistem yang saling terkait dan bergerak dinamis didalamnya, antara lain adalah sistem pemerintahan dan sistem sosial dengan tujuan tercapainya keteraturan dan ketertiban dalam masyarakat.
Pemahaman tentang negara demokratis dimana dalam sistem penyelenggaraan negara terfokus pada tercapainya tujuan negara dalam rangka kesejahteraan rakyat dengan menjunjung tinggi kemerdekaan/Hak Asasi Manusia untuk mewujudkan keadilan dalam masyarakat. Sehingga dalam suatu supra sistem negara demokratis yang terdiri dari sistem-sistem fungsi penyelenggaraan negara dan selalu berorientasi pada terjaminnya keamanan dan ketertiban dalam dinamika sistem itu sendiri. Adapun sebagai pelaksana fungsi keamanan dan ketertiban dibentuk sebuah sistem didasarkan pada konstitusi yang berlaku dan harus mendapatkan dukungan dari masyarakatnya. Hampir seluruh negara di dunia melegitimasi sebuah struktur kepolisian sebagai penanggungjawab terciptanya keamanan dan ketertiban itu sendiri untuk menjalankan peran dan fungsinya sesuai dasar hukum yang telah ditentukan.
.Sistem pemerintahan dan sistem sosial yang berlaku didalamnya sangat mempengaruhi keberadaan sebuah sistem kepolisian di negara tersebut sebagai dampak dari operasionalisasi sistem politiknya. Keterkaitan ini menunjukkan pentingnya peran sebuah negara dalam menjalankan fungsi dan kewenangannya sebagai perpanjangan tangan dari rakyatnya.
Di negara Indonesia sebagai sebuah negara demokratis, telah diatur secara spesifik tentang pembagian peran, fungsi serta kewenangan dari setiap komponen yang menjadi bagian dari setiap sistem yang ada, salah satunya adalah sistem kepolisian. Secara konstitusi Negara Indonesia tentang kepolisian telah diatur dalam pasal 30 UUD 1945 yang selanjutnya berdasarkan susunan dan kedudukan perundang-undangan diatur dalam pasal 7 Tap MPR No VII/MPR/2000, Undang-undang No 2 Tahun 2002 tentang Polri , serta lebih terperinci dalam berbagai Peraturan maupun Keputusan Kapolri untuk mengatur setiap komponen yang ada didalam sistem kepolisian Indonesia.
Oleh karena itu dalam pembahasan ini akan berorientasi pada perbandingan sistem kepolisian yang ada di negara-negara demokratis dengan mengkaji kelebihan dan kelemahan setiap sistem kepolisian yang dianut oleh beberapa negara, sebagai bahan pertimbangan dalam upaya peningkatan kualitas dan profesionalisme kinerja setiap komponen dalam organisasi Polri.
Ada tiga sistem kepolisian yang dikenal secara umum sesuai dengan karakteristik fundamental dari setiap negara yang menganutnya , antara lain :
1. Fragmented System of Policing (Sistem Kepolisian Terpisah atau Berdiri Sendiri).
Sistem ini disebut sebagai sistem desentralisasi yang ekstrim yang ditimbulkan karena adanya kekhawatiran terhadap penyalahgunaan kewenangan dari suatu organisasi Polisi yang otonom sehingga dilakukan pembatasan kewenangan terhadap organisasi Polisi tersebut.

- Kelebihan sistem kepolisian ini :
a. Relatif dapat menyesuaikan dengan situasi dan kondisi masyarakat setempat. Dalam artian bahwa setiap pola perumusan kebijakan maupun pola penerapannya yang dilakukan oleh pihak kepolisian sangat bergantung pada perkembangan dinamika situasi terakhir masyarakat saat itu.
b. Polisi otonom didalam mengatur segala kegiatannya baik dalam bidang administrasi maupun operasional sesuai dengan masyarakatnya. Hal ini menunjukkan bahwa setiap pembuatan program kegiatan maupun pelaksanaan kegiatannya dalam konteks penegakan hukum berpedoman pada norma-norma hukum sosial yang berlaku dalam masyarakatnya, sehingga kaidah-kaidah hukum dan penerapan sanksinya bersifat lokal.
c. Kecil kemungkinan terjadi penyalahgunaan terhadap organisasi Polisi oleh Penguasa secara nasional. Hal ini menggambarkan bahwa pemerintah yang berkuasa atas negara tersebut tidak dapat melakukan intervensi secara langsung terhadap pola penegakan hukum karena adanya batasan perbedaan yang mendasar dalam upaya penegakan dan penerapan hukum oleh Polisi antara satu wilayah dengan wilayah lainnya. Sehingga “pemanfaatan” oleh pihak penguasa terhadap Organisasi Polisi akan mengalami kendala karena tidak adanya pertanggungjawaban secara langsung dari pihak kepolisian lokal kepada pihak pemerintah nasional yang berkuasa serta kewenangan Polisi yang dibatasi oleh wilayah geografis dan peta demografi daerah setempat.
d. Lebih pendek birokrasinya dalam usulan dana, karena langsung ditujukan kepada Pemerintah Daerah setempat. Dalam arti bahwa anggaran operasional kepolisian sepenuhnya dibawah pertanggungjawaban Pemerintah Daerah setempat, sehingga kordinasi kebutuhan anggaran untuk peningkatan fasilitas maupun kesejahteraan anggota tidak perlu melalui persetujuan pemerintah pusat atau pemerintah nasional, cukup berkordinasi dengan pimpinan pada pemerintah setempat. Dampaknya adalah pemenuhan kebutuhan sistem kepolisian bisa dilakukan dalam jangka waktu yang lebih cepat dan tepat sasaran.


- Kelemahan sistem kepolisian ini :
a. Penegakan hukum terpisah atau berdiri sendiri yang dalam arti tidak bisa memasuki wilayah hukum daerah lain. Maksudnya adalah batas geografis suatu wilayah dalam negara tersebut menunjukkan juga batas yurisdiksinya. Dimana kewenangan penegakan hukum wilayah lain tidak boleh melewati batas yurisdiksi, dalam hal ini tidak ada istilah ekstradisi ataupun jenis perjanjian apapun yang mengikat antar wilayah. Sehingga apabila terjadi sebuah tindak pidana dengan locus delicti suatu wilayah tidak dapat dilakukan penindakan maupun proses penegakan hukum terhadap tersangka apabila berada di luar wilayah tempat terjadinya suatu tindak pidana.
b. Kewenangan terbatas hanya sebatas daerah dimana Polisi itu bertugas. Dalam arti bahwa dalam menangani sebuah perkara tindak pidana oleh pihak kepolisian tidak bisa melewati batas wilayahnya secara geografis. Pemberlakuan peraturan perundang-undangan tentang kepolisian pun dibentuk pada tingkatan Pemerintah Daerah sehingga kewenangan polisi di suatu daerah tidak bisa berlaku untuk wilayah atau daerah lain dalam negara tersebut.
c. Tidak ada standard profesionalisme masing-masing daerah. Dalam hal ini bahwa tidak ada ukuran atau standard baku yang diatur secara formal dan terperinci dalam ketentuan perundang-undangan setempat tentang keberhasilan kinerja polisi pada suatu wilayah. Keterbatasan kewenangan pihak kepolisian juga sangat mempengaruhi rendahnya upaya pengembangan keahlian dan profesionalisme polisi karena apabila dikembangkan dalam suatu pola tertentu maka dikhawatirkan akan menyimpang dari pedoman dasar yang bersifat lokal dalam masyarakat tersebut. Sehingga secara tidak langsung akan terjadi “pemasungan” terhadap ide-ide atau gagasan kreatif yang bertujuan untuk suatu inovasi dalam pekerjaan polisi.
d. Pengawasan yang bersifat lokal. Maksudnya adalah tidak adanya bentuk komponen dari sistem nasional yang mengawasi secara khusus terhadap kinerja kepolisian sehingga fungsi kontrol terhadap polisi oleh pemerintahan negara sangat terbatas bahkan hampir tidak ada. Hal ini menimbulkan kesulitan bagi pemerintahan pusat untuk mengendalikan negara apabila ada permasalahan lintas wilayah atau daerah yang terkait dengan proses penegakan hukum. Selain itu apabila terjadi penyimpangan yang dilakukan oleh pihak kepolisian pada suatu wilayah dan berdampak pada timbulnya kerugian bagi wilayah lain hanya bisa diselesaikan oleh pihak yang berkompeten untuk fungsi kepolisian dalam wilayah masing-masing. Sehingga kemungkinan adanya penyimpangan oleh pihak kepolisian dalam melaksanakan tugasnya sangat tinggi karena ancaman sanksinya pun dapat dikatakan cukup ringan karena hanya berlaku pada wilayahnya dengan kemungkinan lain sangat rentan terjadinya kolusi antara polisi dengan komponen sistem pengawasannya.

2. Sistem Kepolisian Terpusat atau Sentralisasi
Sistem kepolisian ini berada dibawah kendali atau pengawasan langsung oleh Pemerintah, dan bentuk sistem kepolisian seperti ini cenderung digunakan pada negara dengan sistem pemerintahan totaliter seperti Negara Jerman pada era Nazi. Sistem ini membagi kepolisian dalam 2(dua) organisasi terpisah yaitu Polisi Nasional yang berada dibawah struktur Menteri Dalam Negeri dan Gendermarie yang berada dibawah struktur Menteri Pertahanan. Sistem ini diterapkan oleh negara Perancis dengan jumlah personil yang berbeda pada masing-masing departemen.

- Kelebihan sistem kepolisian ini adalah :
a. Wilayah kewenangan hukumnya lebih luas dibandingkan dengan sistem desentralisasi. Dalam hal ini sangat jelas terlihat bahwa batasan geografis wilayah tidak lagi menjadi acuan dalam pembagian atau penentuan kewenangan pihak kepolisian. Sehingga jangkauan kewenangan polisi untuk melakukan penanganan perkara dalam rangka proses penegakan hukum terhadap suatu tindak pidana atau kejahatan menjadi sangat luas dalam konteks berlaku pada seluruh wilayah yang ada dalam negara tersebut.
b. Lebih mudah sistem komando dan pengendalian. Rentang kendali pelaksanaan tugas dalam struktur kepolisian bersifat satu pintu (terpusat) dari pemerintahan negara dan berlaku secara nasional dan menyeluruh, sehingga tidak terjadi perbedaan persepsi atau sudut pandang dalam upaya penanganan suatu perkara pidana. Program kebijakan kepolisian dapat dijalankan dengan serempak dan tidak adanya kesulitan bagi kepolisian daerah untuk menjabarkan suatu program kegiatan yang harus dilaksanakan. Pertanggungjawaban pelaksanaan setiap kebijakan yang bersifat instruksi dari pimpinan atau pemerintah pusat dilakukan secara berjenjang sehingga lebih memudahkan dalam upaya pengendalian.
c. Kecenderungan terdapat standarisasi profesionalisme yang efisien dan efektif baik dalam bidang administrasi maupun operasional. Hal ini dimaksudkan bahwa dengan adanya penerapan program dan kebijakan pihak kepolisian yang terpusat secara otomatis akan diikutsertakan dengan ukuran-ukuran keberhasilan dari pelaksanaan program-program maupun kebijakan-kebijakan yang telah ditetapkan. Sehingga penilaian terhadap pelaksanaan tugas polisi pada tingkat kewilayahan dapat dijadikan bahan evaluasi untuk peningkatan kinerja secara bertahap. Dengan adanya penentuan standarisasi profesionalisme polisi tersebut juga akan memudahkan upaya pemerintah atau pimpinan pusat untuk melakukan deteksi terhadap penyimpangan yang dilakukan oleh pihak kepolisian yang berada di setiap daerah. Dengan demikian fungsi administrasi dan operasional memiliki batasan-batasan yang jelas untuk dipedomani oleh setiap kepolisian di daerah.
d. Pengawasan lebih luas dibandingkan dengan sistem desentralisasi. Dalam hal ini kewenangan fungsi pengawasan berlaku secara nasional dengan berpedoman pada standarisasi profesionalisme yang telah ditetapkan untuk seluruh pihak kepolisian yang ada di daerah atau wilayah dalam negara tersebut tanpa adanya batasan wilayah secara geografis. Pemberlakuan sanksi dapat dilakukan secara langsung oleh pemerintah pusat dan pemerintah daerah tidak memiliki kewenangan dalam fungsi pengawasan. Sehingga dengan fungsi kontrol yang sangat kuat tersebut akan mengurangi upaya penyimpangan yang dilakukan oleh kepolisian daerah karena ancaman sanksi yang dapat diterapkan langsung oleh pimpinan pusat terhadap kepolisian di daerah.

- Kelemahan dari sistem ini antara lain :
a. Cenderung dijauhi masyarakat atau kurang mendapat dukungan masyarakat karena lebih memihak pada penguasa. Dalam hal ini pihak kepolisian sangat bergantung pada kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah pusat yang memiliki kuasa penuh atas pemerintah dan elemen-elemen pemerintahan yang ada dibawahnya. Keberhasilan pelaksanaan atau penerapan kebijakan pemerintah pusat menjadi standard utama bagi kepolisian daerah dalam pelaksanaan tugasnya untuk melakukan penegakan hukum, oleh karena itu kepolisian daerah tidak akan berorientasi pada terciptanya keamanan dan ketertiban bagi masyarakatnya. Sehingga masyarakat hanyalah sebagai objek penerapan kebijakan pemerintah pusat yang dilaksanakan oleh kepolisian daerah setempat. Dalam penerapan kebijakan tersebut cenderung bersifat coercive (paksaan) dan mengarah pada polisi yang otoriter. Hal ini tentu akan berpengaruh pada rendahnya simpati masyarakat dan menimbulkan ketakutan masyarakat terhadap polisi.
b. Birokrasi terlalu panjang. Dengan tingkat kompleksitas sebuah sistem negara yang sangat tinggi maka bentuk sistem pemerintahannya otomatis harus memiliki jenjang yang jelas dan terstruktur dengan lengkap. Dalam sistem kepolisian juga tentu harus terstruktur dengan lengkap mengingat sistematika alur pertanggung jawaban dari setiap daerah atau wilayah harus dimonitor oleh pemerintah pusat. Oleh karena itu dalam pelayanan maupun proses penegakan hukum harus senantiasa berkordinasi secara berjenjang melalui sistem birokrasi yang sudah dibentuk oleh pemerintah tingkat pusat. Hal ini sangat mempengaruhi proses birokrasi yang sangat rumit dan panjang karena harus melalui level-level tertentu untuk sampai pada pimpinan pusat.
c. Kurang dapat menyesuaikan dengan situasi dan kondisi masyarakat setempat. Polisi di tingkat kewilayahan sangat sulit untuk mengidentifikasi setiap permasalahan yang ada dalam masyarakat berdasarkan perkembangan dinamika kehidupan sosial. Karena pola penanganan suatu tindak kejahatan ataupun penerapan kebijakan hanya berpedoman pada aturan-aturan dan ketentuan-ketentuan yang ditetapkan oleh pemerintah pusat. Sedangkan karakteristik permasalahan masyarakat pada setiap daerah atau wilayah pasti akan berbeda, karena dinamika sebuah kehidupan sosial sekelompok masyarakat sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor geografis, budaya, kebiasaan dan karakter individu yang ada dalam setiap kelompok pada daerah setempat. Hal ini menyebabkan kepolisian daerah mengalami kesulitan memantau perkembangan situasi dan kondisi masyarakat di wilayah hukumnya karena hanya berorientasi pada kepentingan pemerintah tingkat pusat.
d. Rentan terhadap intervensi penguasa serta penyalahgunaan organisasi kewenangan Kepolisian untuk kepentingan penguasa. Struktur birokrasi dan kewenangan yang terpusat sangat berpotensi terjadinya “pemanfaatan” oleh penguasa karena sistem penegakan hukum oleh pihak kepolisian dikendalikan langsung dibawah pemerintah pusat. Otomatis kepolisian pada tingkat kewilayahan akan sangat tunduk dan patuh pada rezim yang berkuasa saat itu. Sehingga dalam upaya penanganan kasus sebagai upaya penegakan hukum yang melibatkan pihak pemerintah pusat akan sangat mudah untuk dipolitisasi dalam bentuk intervensi yang dapat “menyelamatkan” oknum pemerintah dari jeratan hukum. Selain itu kewenangan polisi yang sangat luas dapat dimanfaatkan sebagai tangan kanan penguasa untuk segera mengeliminir apabila ada indikasi munculnya potensi perlawanan dari pihak masyarakat yang tidak puas dan merasa tertindas oleh kebijakan-kebijakan pemerintah pusat, sehingga untuk mempertahankan kekuasaannya kepolisian daerah bisa diperintahkan untuk melakukan penindakan melalui proses hukum berdasarkan pada peraturan perundang-undangan yang dibuat secara sewenang-wenang oleh pemerintah yang berkuasa dengan dasar argumen bahwa telah berusaha melawan pemerintah dan membahayakan negara.

3. Sistem Kepolisian Terpadu
Sistem ini disebut juga sebagai sistem desentralisasi moderat atau sistem kombinasi (Terri,1984) atau sistem kompromi (Stead, 1977) yaitu merupakan sistem kontrol atau pengawasan yang dilakukan oleh pemerintah pusat dan daerah agar terhindar dari penyalahgunaan organisasi Polisi Nasional serta agar lebih efektif dan efisien dan adanya keseragaman dalm pelayanan (dari sistem negara terpisah).

- Kelebihan dari sistem kepolisian ini antara lain :
a. Birokrasi relatif tidak panjang karena adanya tanggung jawab dari Pemerintah Daerah. Dalam hal ini menunjukkan sudah adanya pelimpahan kewenangan dalam fungsi kontrol atau pengawasan dan pengendalian terhadap kepolisian di kewilayahan dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah. Sehingga prosedur pelayanan maupun penegakan hukum oleh pihak kepolisian dapat dilaksanakan dengan terbatas pada kordinasi tingkat pemerintah daerah saja, pemerintah pusat hanya bersifat memantau perkembangan yang ada karena jalur birokrasi yang harus dilalui tidak lagi secara berjenjang langsung dipertanggungjawabkan kepada pemerintah pusat atau penguasa.
b. Kecenderungan terhadap standarisasi profesionalisme, efisiensi, dan efektivitas baik dalam bidang administrasi maupun operasional. Dengan jenjang birokrasi yang tidak terlalu rumit dan panjang maka ukuran atau standarisasi keberhasilan kepolisian di daerah dalam upaya pelayanan masyarakat maupun prosedur penegakan hukum tidak terfokus pada instruksi maupun program kebijakan pemerintah pusat, tetapi ditentukan oleh Pemerintah Daerah dengan berorientasi pada karakteristik dinamika kehidupan sosial masyarakat setempat. Pemerintah pusat hanya mengatur tentang kesatuan kepolisian sebagai Polisi Nasional yang berdasarkan pada konstitusi negara tersebut, sehingga orientasi tugas kepolisian di daerah lebih efektif dan efisien dengan adanya “pemangkasan” jalur birokrasi karena kepolisian lebih terfokus hanya pada program kegiatan dan kebijakan daerah setempat.
c. Pengawasan dapat dilakukan secara Nasional. Hal ini dimaksudkan bahwa fungsi kontrol atau pengawasan dari pemerintah pusat yang dilimpahkan kepada pemerintah daerah tidak otomatis menghilangkan tanggung jawab pengendalian oleh pemerintah pusat terhadap pihak kepolisian di daerah. Apabila terjadi penyimpangan peraturan nasional yang dilakukan oleh kepolisian daerah maka pemerintah pusat berwenang untuk melakukan penanganan ataupun pemberian sanksi. Sehingga tidak terjadi tumpang tindih fungsi pengawasan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah terhadap kepolisian di kewilayahan. Dengan adanya fungsi pengawasan berlapis ini maka sangat kecil kemungkinan untuk kepolisian daerah melakukan penyimpangan karena ruang geraknya yang termonitor oleh pemerintah pusat dan pemerintah daerah.
d. Lebih mudah kordinasi tiap-tiap wilayah karena adanya komando atas. Sistem kombinasi antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah dalam pengendalian terhadap pihak kepolisian membentuk suatu sistem kepolisian yang memiliki keterkaitan antara komponen-komponen didalamnya dan berlaku secara nasional. Dalam hal ini masing-masing kepolisian daerah memiliki sistem jaringan komunikasi yang terhubung secara langsung antar daerah yang dikendalikan langsung oleh pemerintah pusat. Sehingga dalam berkordinasi antar kepolisian daerah melalui satu wadah sistem jaringan yang sudah dibentuk oleh pemerintah pusat dan berlaku secara nasional. Setiap kepolisian daerah memiliki akses komunikasi maupun akses dalam rangka penegakan hukum lintas daerah melalui mediasi pemerintah pusat. Bentuk mediasi ini sebagai sarana kontrol dan juga untuk mempermudah kepolisian setiap daerah dalam melakukan kordinasi karena memiliki visi dan misi yang sama untuk pelaksanaan tugas pokok di masing-masing wilayahnya.

- Kelemahan sistem kepolisian ini antara lain :
a. Penegakan hukum terpisah atau berdiri sendiri, artinya tidak bisa memasuki wilayah hukum lain dalam menegakkan hukum. Pelimpahan wewenang pusat kepada pemerintahan daerah terhadap kepolisian di masing-masing wilayah dengan berdasarkan pada batas geografis daerahnya sehingga dalam upaya penegakan hukum masih memperhatikan yurisdiksi setiap wilayah yang ada dalam negara tersebut. Pemberlakuan proses penegakan hukum berdasarkan pada ketentuan perundang-undangan daerah setempat, dan kepolisian daerah lain tidak memiliki kewenangan untuk melakukan penegakan hukum pada wilayah lain dalam negara tersebut. Apabila terjadi tindak pidana yang melibatkan lintas daerah maka tindakan yang harus dilakukan adalah berkordinasi melalui pemerintah pusat untuk mendapatkan akses informasi dari wilayah lain yang terkait dengan terjadinya kejahatan tersebut. Hal ini dapat menimbulkan potensi konflik antar kepolisian daerah sebagai dampak dari ambiguitas penegakan hukum yang terbatas pada wilayah hukum masing-masing apabila terjadi tindak kejahatan lintas wilayah.
b. Kewenangan hanya terbatas daerah dimana Polisi berada atau bertugas. Dalam arti bahwa konteks yurisdiksi batas wilayah tidak memperkenankan kepolisian daerah lain melakukan tindakan penegakan hukum di daerah yang bukan wilayah hukumnya. Hal ini disebabkan karena setiap daerah telah memiliki perangkat aturan hukum masing-masing sebagai pedoman bagi kepolisian di daerah tersebut dalam pelaksanaan tugas pokoknya. Sehingga dengan kewenangan yang terbatas ini dalam situasi dan kondisi tertentu justru secara tidak langsung pihak kepolisian daerah dalam melakukan upaya penegakan hukum yang melibatkan daerah lain dalam negara tersebut harus melalui jenjang proses birokrasi yang panjang untuk mendapatkan perijinan kordinasi dari pemerintah pusat. Dengan kata lain kewenangan terbatas ini menghambat kecepatan kepolisian daerah untuk menangani suatu permasalahan (bersifat darurat atau eskalasi tinggi) yang melibatkan wilayah lain.


Jakarta, 18 Maret 2010


EDWARD JACKY T U KALEDI
NO MAHASISWA : 7083

Tidak ada komentar:

Posting Komentar